Beranda

Segalanya Berawal Dari Langkah Pertama

14 Komentar

Suatu hari, Mas Eru Vierda menghubungi saya. Dia sedang punya gawe Giveaway My First Journey, dan meminta saya untuk menjadi juri. Wow. Agak sedikit kaget sih sebenarnya. Kenapa harus saya ya yang jadi juri? Takutnya, ada sedikit kekhawatiran dari peserta yang ikut. Jurinya koq enggak banget sih? Kayaknya bukan travel blogger deh, gak pernah nulis tentang mengunjungi suatu tempat yang keren. Ih jurinya kan pemabok (mabok darat) berat, gak yakin deh dia sering jalan-jalan. Segala pertanyaan itu terus terang menghantui saya. Hahahaa…

Akhir-akhir ini entah mengapa perjalanan selalu diidentikan dengan tempat wisata yang keren. Petualangan selalu juga diidentikkan dengan kegiatan alam bebas. Atau kalau nggak sebuah upaya eksplorasi yang kadang malah menjebak kita pada rusaknya potensi yang ada. Menurut saya perjalanan tak hanya sebatas pada destinasi saja. Tapi lebih pada intisari dan esensinya. Agar kita melihat dan merasakan apa yang kita temui. Lebih daripada itu, melakukan perjalanan adalah sebuah keputusan berani untuk menikmati hidup dengan cara yang berbeda. Meskipun sekarang ini hal seperti itu sudah sangat menjamur dan sedikit meleset dari apa yang saya bayangkan.

Jujur, saya selalu salut dengan mereka yang sering melakukan perjalanan kemudian menuliskannya di blog lengkap dengan foto-fotonya. Saya sendiri takut untuk melakukan itu. Ya, seringkali ketika mengunjungi suatu tempat saya akan sangat menahan diri untuk menuliskannya. Meskipun seringkali saya selalu tidak bisa menahan diri untuk upload fotonya di jejaring sosial. Pada akhirnya, saya ketakutan sendiri.

Seorang kawan, Ayos (pengelola Hifatlobrain) bahkan memutuskan tidak lagi menerima dan menulis kisah perjalanan yang berpotensi mencederai kualitas alam. Ada semacam perasaan berdosa ketika secara tanpa sadar kita turut serta melukai alam lewat tulisan ataupun foto yang menawarkan gambaran utopis suatu tempat. Arman Dhani juga pernah menuliskan tentang bagaimana keresahannya ketika sebuah stasiun TV swasta menayangkan sebuah acara untuk mengeskplore tempat-tempat yang masih perawan dan belum tersentuh. Saya sedih dan sedikit terpukul membaca tulisan dua kawan ini. Apakah saya juga termasuk di dalamnya?

Lho, ngomong apa saya di atas ? Sepertinya ngelantur. Oke, kembali ke topik utama ya:) Anggap aja yang di atas itu sekedar intro.

Segala hal besar, dimulai dari langkah pertama. Suatu perjalanan, juga diawali dengan langkah pertama. Tanpa itu, semuanya tak akan terwujud.

Dari keseluruhan peserta yang ikut, mempunyai pengalaman pertama yang luar biasa. Salut untuk semua peserta. Kisah-kisah yang dituliskan seolah hidup. Rasanya pingin deh milih semuanya jadi pemenang. Tapi sohibul hajat hanya memutuskan untuk memilih 4 orang pemenang saja. Penilaian yang saya lakukan dalam penulisan kisah perjalanan saya titik beratkan pada 4 unsur. Rekreatif, informatif , edukatif, dan kelengkapan pemenuhan syarat yg ditetapkan.  Di luar 4 unsur itu ada beberapa unsur pengikat lainnya. Diantaranya detail penceritaan, pengambilan ide, keunikan cerita dan pemilihan diksi yang tepat.

Terima kasih juga telah membawa saya menikmati bagaimana beratnya pendakian ke puncak gunung Lawu, Gede Pangrango, Sindoro Sumbing, Tangkuban Perahu dan Raung. Ada juga yang membawa saya ke Jerman, Lombok, Bandung, Bantimurung dan beberapa tempat lainnya. Terima kasih juga atas kenangan sewaktu bersepeda, pramuka, merantau, mencari kerja, perjuangan menuju masa depan sampai pada sebuah impian mulia menjadi dokter. Sungguh sebuah langkah pertama yang begitu mengesankan. Terima kasih sudah mengijinkan saya untuk menikmatinya.

Ada satu hal yang sulit kita bedakan. Saya juga pernah seperti itu. Perjalanan itu akan sangat menyenangkan bila dilakukan tanpa beban. Kalau ada beban, sudah bisa dipastikan saat itu kita sedang berlari. Sadar atau tidak. Tapi saya pribadi percaya, bahwa perjalanan adalah obat tak terkira untuk menyembuhkan luka. Ini semacam perjalanan hati yang juga membutuhkan proses yang begitu luar biasa. *Koq jadi curhat? Dikeplak pakai carier cagak :v *

Perjalanan selalu mengajarkan sesuatu. Tergantung pada si pemilik raga, apakah dia dapat mengambil hikmah atau hanya sekedar melewatkannya. Bukan semata tentang puncak gunungnya, tapi tentang menikmati sebuah perjalanan. Mengenali batas-batas kesanggupan dan kelemahan, bersabar dan bersahabat dengan keadaan, serta pada akhirnya merendahkan diri di hadapan Sang Pemilik Segala Ciptaan.

Cara menikmati hidup setiap orang memang berbeda. Meski kadang cara menikmati harus bertentangan dengan ladang yang sedang dihuni belalang. Untuk mengawali perjalanan hanya tentang melawan rasa takut dan malas. Setiap puncak mempunyai medan perjalanan yang berbeda. Hanya dengan memulainya kita akan tahu cara menghadapi. Puncak tidak akan pernah didapat tanpa langkah awal. Bahkan karena takut dan malas tidak akan ada sekedar cerita tentang perjalanan. Sebelum membunuh waktu, kita harus bisa membunuh rasa takut dan malas untuk memulai.

Itu semua adalah langkah awal yang keren. Terima kasih semuanya. I love you all :* Lalu, apakah saya juga punya langkah pertama untuk memulai petualangan menikmati hidup seperti ini? Semuanya tentu saja berawal dari foto di bawah ini. Ya, sampai bertemunya saya dengan sang suami pun berawal dari foto di bawah ini 🙂

diklatHayo tebak saya yang mana? Rahasia 😛

[Fiksi Blogfam] ± 89 Mdpl

9 Komentar

Empat orang sahabat bernama Latifah, Reno, Hari dan Umar sedang merencanakan sebuah perjalanan untuk mengunjungi kota Jogjakarta. Perjalanan mereka berawal dari stasiun di sebuah kota kecil yang terletak hampir di ujung timur pulau Jawa, Jember. Kereta, bagi mereka adalah sebuah gerbong kenangan yang selalu bercerita. Mulai dari cerita-cerita romantis ala film bollywood yang mendayu-dayu sampai cerita-cerita heroik tentang bagaimana usaha dan perjuangan rakyat untuk membangun jalannya antara anyer sampai panarukan.

Bagi sebagian besar orang, stasiun merupakan tempat perpisahan. Tempat yang menyedihkan dan selalu membangkitkan imajinasi yang buruk. Tempat bagi sepasang kekasih untuk berpisah. Tapi tidak bagi para sahabat ini. Stasiun merupakan tempat yang selalu membuat dada mereka bergemuruh hebat. Kereta adalah sebuah kendaraan yang membuat semangat mereka bergelora. Rel adalah sebuah jalan kebahagiaan untuk memulai imajinasi-imajinasi baru. Ketiganya adalah komponen yang memukau bagi mereka. Melihat ketiga hal tersebut berarti adalah sebuah tanda bahwa perjalanan akan segera dimulai. Mereka tak pernah memaknai bahwa sebuah perpisahan adalah hal yang teramat menyakitkan. Bagi kedua sahabat ini, perpisahan adalah jeda sementara agar mereka bisa mempersiapkan segalanya untuk bertemu kembali dan memulai sebuah perjalanan baru.

Seperti saat itu, ketika mereka memutuskan untuk mengunjungi sebuah kota yang sangat penting bagi mereka. Ya, Jogjakarta merupakan awal dari semuanya. Awal pencarian jati diri dan keyakinan hidup mereka. Perjalanan filosofis yang menempa hati dan jiwa mereka. Mereka berempat yang sama-sama pencinta alam ini merasa butuh untuk melakukan sebuah perjalanan panjang  untuk meyakinkan diri mereka sendiri  tentang pilihan hidup yang telah mereka putuskan.

Mereka sama-sama pencinta alam, namun sangat membenci naik gunung dan menaklukan adrenalin hanya dengan olahraga arus deras ataupun hanya sekedar panjat tebing. Mereka sangat membenci penghijauan yang dilakukan secara seremonial saja, menanam setelah itu selesai. Mereka membenci orang-orang yang berkoar-koar tentang membuang sampah pada tempatnya tapi dia sendiri suka sembarangan. Mereka lebih memilih keluar masuk hutan, melihat kondisi masyarakat yang terpinggirkan, bercengkrama dengan anak-anak kecil yang tak sekolah, menulis tentang kondisi dan keadaan lingkungan yang mereka temui dan sesekali mengabadikannya lewat sebuah foto. Bagi mereka, sudut pandang tentang dunia kepencintalaman lebih dari hanya sekedar naik gunung dan panjat tebing saja. Bukan pula tentang mode dan style ala pencinta alam yang sekarang ini dianggap keren dan berbeda. Ada banyak hal yang butuh diselami.

Berawal dari sebuah landasan pemikiran yang sangat sederhana itu, mereka berdua melakukan sebuah perjalanan menuju Jogjakarta. Salah satu tujuannya adalah agar mereka bisa melihat Jember dari sudut pandang yang berbeda. Terkadang, setiap orang butuh melakukan sebuah perjalanan yang jauh dari tempatnya tinggal agar bisa mengenali kotanya sendiri. Jogjakarta adalah kota tujuan, karena bagi mereka ia begitu istimewa dan filosofis. Menyusuri desa-desa di kaki gunung merapi, desa-desa wisata Jogja, keraton, malioboro sampai gang-gang sempit yang kadang tak pernah dijamah oleh para pelancong.

Jogjakarta, merupakan perjalanan untuk mengenali diri mereka sendiri. Menguji keyakinan mereka tentang pilihan hidup yang telah mereka genggam. Perjalanan yang kelak akan menjadi titik awal bagi mereka memaknai dan menyelami dunia pencinta alam yang sebenarnya.

Jaga Dia Untukku…

64 Komentar

Perjalanan yang (pasti) indah...
Perjalanan yang (pasti) indah…

Tanggal 4 juni 2011 tepat pukul 22:21 kau memulai perjalananmu. Bersepeda dari jember menuju pulau Madura. Aku tahu, ini akan menjadi sesuatu yang tak akan pernah terlupakan. Kenangan manis yang sudah lama menjadi mimpimu. Sebuah perjalanan panjang dengan bersepeda. Aku tahu, ini adalah sebuah pengharapan untuk mencapai keihkhlasan dan kesabaran.

Apa kabarmu sekarang? Sedang apa? Perjalanannya bagaimana? Pasti indah kan? Sehat kan? Pertanyaan-pertanyaan itu yang selalu membabibuta dalam otakku.. Seperti rentetan peluru yang siap ditembakkan di udara. Aku tak cukup puas jika hanya menyampaikannya lewat media SMS. Terlalu biasa, hehehe.. Biarlah semua pertanyaan itu kurangkai lewat udara yang selalu kau hirup dalam setiap kayuhanmu. Maaf jika segala perasaan ini terasa sangat memuakkan. Tapi yakinlah, ini bukan hanya sekedar romantisme belaka. Ini adalah sebuah rasa rindu yang terlampau sederhana.

Aku yakin, semua ini akan terlewati dengan manisnya. Sebuah percarian sederhana dalam setiap jengkal udara yang kau hirup. jika dulu momen ini hanya menjadi mimpi dan harapan, kini Tuhan menghendakinya menjadi sesuatu yang indah. BMX kuning yang kau sebut Nona itu semoga menjadi sebuah penyimpan kenangan yang manis.

Bolehkah aku menebak? Apakah perjalanan ini merupakan langkah awal untuk memulai perjalanan-perjalananmu denganku? Ah, manis sekali… Tuhan, jaga dia untukku. jadikan perjalanannya indah dan barokah. Hiasi setiap jengkal yg dilewatinya dengan keikhlasan, kesabaran, dan tulusnya berbagi… Aminnn…