Beranda

Giveaway 66 : Dangdut Cerdas on The Blog – Orkes Sakit Hati

10 Komentar

‘Orkes Sakit Hati’ merupakan lagu yang populer dinyanyikan band SLANK. Dirilis pada tahun 1999 dengan judul album 999+09.

Saya bersama kawan-kawan dari Sudut Kalisat membawakannya kembali untuk berpartisipasi dalam Giveaway Dangdut On the Blog, yang diselenggarakan Pakdhe Abdul Cholik.

Semoga persembahan sederhana ini bisa turut menyemarakan hari Pakdhe sekeluarga.ย Selamat hari lahir ย ke 66, sehat dan selalu bahagia.

Salam hormat untuk Om NH selaku dewan juri.

Mohon maaf apabila ada yang kurang berkenan dalam video ini.

Salam sayang dari kami di Kalisat, sebuah desa kecil di wilayah Jember bagian utara.

***

Baner-Giveaway-66-Dangdut-Cerdas-On-the-Blog

ย “Artikel ini diikutsertakan pada Giveaway 66 Dangdut Cerdas on The Blog”

Hari Pelangi Untuk Kelor

14 Komentar

Segala mcam ilmu kepencintaalaman itu nantinya akan bermuara pada konservasi. Jangan terjebak naik gunung. Inti dari kepencintaalaman adalah berbagi untuk sesama. Salam Lestari

Kelor di punjak Raung Sejati | Segala macam ilmu kepencintaalaman akan bermuara pada konservasi. Inti dari pencinta alam adalah berbagi untuk bumi dan seluruh isinya. Salam Lestari!!!

Entah bagaimana awalnya saya mengenal sosok perempuan lincah ini. Suatu ketika, di penghujung tahun 2009 saya mengunjungi sebuah sekretariat PA Mahadipa. Rencana awal kesana adalah untuk ngopi. Waktu itu saya dan suami belum menikah. Iseng kami membuka beberapa file foto dies natalis yang diselenggarakan oleh Mahadipa. Tiba pada satu foto, saya dan suami tercengang. Pandangan kami bertumpu pada sosok gadis yang sedang makan bersama dengan beberapa kawan pencinta alam lainnya.

“Mas, kok rasanya saya ingin kenal lebih dekat dengan cewek yang ada di foto itu ya?”

“Kenapa?”

“Saya nggak tau alasannya Mas, hehe.”

Saya sendiri bingung dengan permintaan yang tak punya alasan. Tapi Mas Hakim langsung menyanggupi untuk mencari sosok gadis yang ada di foto tersebut. Pencarian dicari dengan jalur apapun. Baik lewat dunia maya maupun nyata. Akhirnya sampailah pada hasil yang sangat memuaskan. Indana Putri Ramadhani, adalah nama lengkapnya. Namun kebanyakan teman pencinta alam memanggilnya Kelor.

Perjumpaan kami waktu itu ketika mengunjungi sebuah expo yang diselenggarakan oleh FTP Unej, tempat kuliah si Kelor. Kebetulan Khatulistiwa (organisasi PA yg Kelor ikuti) juga mengadakan pameran. Dari sanalah perkenalan dimulai. Kelor adalah sosok yang manis dan tomboi. Kala itu saya senang sekali bisa berkenalan dengannya. Dari sana mulai berlanjut pertemuan-pertemuan selanjutnya. Hingga tanpa saya sadari Kelor sudah seperti adik sendiri.

Ketika Kelor kelayapan tengah malam saya ngamuk-ngamuk. Ada cowok yang usil, saya marah. Ia hanya menaggapinya dengan cengar-cengir. Entahlah, bagi saya Kelor berbeda. Tomboi namun suka mewek dan berharap sesuatu yang romantis pada cowoknya. Saya tahu, sudah beberapa kali kehidupan asmaranya kandas. Namun itu tak membuatnya berhenti berceloteh. Tak merenggut kebahagiaannya. Ia selalu kocak, meskipun dalam hatinya meringis. Tapi, ada juga sih masa-masa galau yang sudah kronis. Sebegitu parahnya, ia bisa sampai update status setiap menit. Itu berarti Kelor sedang galau, marah, kesal, dan sebagainya. Semuanya bisa kena imbas kalau dia sedang marah. Mulai dari vespa mogok sampai penjual nasi bungkus yang melayani pelanggannya dengan lambat pasti akan dengan mudahnya kena imbas kemarahanmu. Itu, kamu banget Lor, haha.

Beberapa kali tak sukses dalam hal asmara, seringkali membuat saya tak rela bila ia terlalu dekat dengan cowok yang tak pernah punya keinginan serius dengannya. Sejujurnya, ini alasan kenapa setiap cowok yang dikenalkan selalu saya sambut dengan judes. Lebih parahnya lagi, bahkan membuat si cowok ilfil hanya dengan menunjukkan foto waktu Kelor tidur. Sebagai catatan, ia tidurnya gak karuan. Dijamin yang lihat bakalan ilfil. Sebenarnya ini saya lakukan karena saya tahu, Kelor akan terluka lagi. Sebenarnya saya tahu, kalau si cowok tak pernah serius sama Kelor.

Percayalah, Kelor akan lebih cantik kalau foto seperti ini daripada foto pethakilan dan kelihatan giginya :P

Percayalah, Kelor akan lebih cantik kalau foto seperti ini daripada foto pethakilan dan kelihatan giginya ๐Ÿ˜›

Suatu hari Kelor pernah bercerita bahwa 27 Maret adalah hari pelangi. Ia mendapatkan cerita dari Pak Budi, salah satu jagawana di Taman Nasional Meru Betiri. Sepertinya cocok sekali dengan karakter yang terlahir pada tanggal tersebut. Pelangi adalah simbol kekuatan yang muncul setelah hujan. Bukan kekuatan yang keras, tapi kekuatan yang indah dengan banyak warna. Warna disini melambangkan sifat keterbukaanmu kepada siapa saja. Kadang sempat mengkhawatirkan, karena takut ada yang memanfaatkan. Kemunculan Kelor selalu disambut ceria oleh orang-orang yang ada di sekitarnya.

Kamu boleh mengutuk rasanya sakit hati, tapi jangan lupa bahwa itu adalah utusan Tuhan. Jangan pernah lupa atas skenario indah yang sudah disiapkan Tuhan. Adakalanya Tuhan memang mempertemukan kita dengan orang yang tidak tepat untuk mengantarkan kita pada orang yang tepat. Akan ada banyak ujian dan rasa sakit yang kita lewati untuk memantapkan hati pada satu pilihan. Adakalanya Tuhan menguji komitmen kita, untuk menyiapkan ke jenjang yang lebih indah. Percayalah, Tuhan tahu apa yang kita butuhkan.

Sekarang adalah hari pelangi, bersamaan dengan lahirnya seorang perempuan ceria yang kini berusia 22 tahun. Selamat hari pelangi. Selamat hari lahir, semoga senantiasa bahagia. Dalam hidup, cita, keluarga, cinta, sehat, rizki dan lingkungan. Jangan pernah merasa tua, karena usia dunia masih jauh lebih tua. Jangan merasa ditinggalkan hanya karena banyak teman seangkatan yg sudah lulus. Jangan pernah terpuruk ketika tersakiti. Kelor adalah pelangi, kekuatan yang datang selepas hujan dan badai. Semangat!

Salam Lestari,

@apikecil

GAM Pulang ke Panaongan*)

22 Komentar

Gam, mendung dan es buahnya

Gam, Es Buah dan Mendungnya ๐Ÿ™‚

Jangan terburu-buru mengernyitkan kening ketika membaca judul di atas. Tenang saja, ini bukan untuk membahas organisasi itu. Ini adalah tentang Gam. Adik saya dari Aceh. Dia baru tiba ke Jember kemarin, dan kemungkinan sampai beberapa minggu ke depan. Seperti kebanyakan kebiasaan di dunia pencinta alam, setiap anggotanya memiliki nama lapang tersendiri. Gam adalah nama lapang yang diberikan oleh organisasi pencinta alam Mahadipa (Mahasiswa Divisi Pencinta Alam) Fak. Teknik Unej. Semasa kuliah dulu, Gam adalah anggota disana. Nama aslinya adalah Pujiono.

Dulu semasa kuliah, Gam sering sekali ada di Panaongan. Waktu bulan puasa juga kita rame-rame jual es buah di double way Unej. Ah, itu sudah setahun yang lalu rasanya. Mungkin juga lebih. Saya tidak tahu pasti, dan malas mengingat angka-angka. Hehe. Dan kurang lebih sudah setahun ini juga Gam pulang ke kampung halamannya di Aceh. Berwirausaha disana, dan tentu saja tidak mengabaikan semua yg pernah dia dapat ketika di Jember.

Jualan es buah rame-rame

Jualan Es Buah Rame-Rame Bareng Gam, Kelor, dll

Di Fakultas Teknik dia mengambil jurusan mesin. Urusan bongkar pasang mesin sepeda sudah tak asing lagi baginya. Tak heran, ketika pulang ke Aceh dia berwirausaha, membuka bengkel. Selain untuk mengaplikasikan ilmu yang didapatnya, juga untuk membuka lapangan kerja meskipun bengkelnya masih terbilang kecil. Hari ini saya melihat Gam lebih matang. Ya, meskipun gaya kocaknya masih tetap. Dialeknya berubah-ubah ketika berbicara. Kadangkala ada sedikit logat aceh yang seringkali membuat saya tergelak. Kadangkala memakai bahasa Jawa dicampur dengan Indonesia. Sungguh beragam pembicaraan kami malam ini.

Bersama Bagus dia ke rumah. Dia membawa kopi Aceh sachetan, satu kantong plastik keripik singkong, dan seplastik kue bawang. Saya segera menyeduh kopi yang dibawanya. Aroma dan rasanya khas. Namun bagi saya pribadi, racikan kopi sachetan, apalagi yg dicampur dengan gula rasanya terlalu manis. Gam bilang, dia sudah berusaha mencari kopi Aceh bubuk asli deplokan sendiri, tapi tidak ada. Ketika itu sudah malam, jadi agak susah untuk mencarinya. Akhirnya lelaki penggemar lagu melayu ini pun membawa yang dalam bentuk sachetan. Kopi plus gulanya.

Gam dan Kopi Acehnya

Oleh-oleh dari Gam semalam ๐Ÿ™‚

“Mbak, kue-kue ini home industri lho, buatan sendiri”, ujarnya pada saya.

Lalu Gam bercerita, keripik singkong dan kue yg dibawanya itu adalah buatan Ibu-Ibu di Dusun Sumber Agung Desa Bukit Tiga Kecamatan Peunaron Kabupaten Aceh Timur. Sudah hampir 5 bulan ini Gam melakukan pendampingan terhadap Ibu-Ibu di sekitar rumahnya untuk membuat home industri semacam ini. Ketika saya tanya, apa motivasinya melakukan itu. Kenapa ia begitu tertarik dengan kondisi sosial di lingkungan sekitar rumahnya? Hanya satu jawaban yang Gam lontarkan. Biar Ibu-Ibu disana nggak nggosip terus. Saya dan teman-teman yang mendengar langsung tertawa ngakak. Tapi sebenarnya jauh di kedalaman hati kami, pernyataan tersebut sungguh teramat ‘Mak Jlebbb’.

Dengan perasaan yang masih sebegitu Mak Jleb, saya mencoba menikmati keripik singkongnya. Rasanya sangat gurih. Berbeda dengan keripik singkong disini. Gurih beraroma bawang. Saya mengira itu memang dikasih bawang, ternyata perkiraan saya salah besar pemirsa. Menurut Gam, singkongnya memang mendapatkan perlakuan khusus sebelum digoreng. Tentu saja hal ini melewati beberapa trial dan error. Jadi, singkongnya dipotong-potong terlebih dahulu. Dipotong sesuai dengan ukuran keripik. Kemudian direndam sehari semalam di dalam air. Nah, dari proses rendaman itu nanti akan menyisakan pati. Endapan butiran halus dari singkong tersebut. Setelah sehari semalam, singkong ditiriskan dan digoreng. Nggak pakai bumbu apa-apa. Nah, pati yang mengendap tersebut dijemur hingga menjadi tepung. Jadi semuanya bisa dimanfaatkan. Setelah digoreng, keripik itu dibumbui garam saja. Dikocok-kocok pakai garam. Itu saja bumbunya. Entah kenapa, rasanya teramat gurih. Saya tidak tahu, apakah disini juga memakai perlakuan yang sama seperti itu. Cuma, kalau di sini bumbunya sudah beraneka ragam. Mungkin lebih banyak penyedapnya. Tapi keripik yg dibawa Gam ini, cuma dibumbui garam saja, gurihnya sudah sangat luar biasa. Mungkin juga karena efek dan suasana kami yang sedang beromantisme dan berbagi kenangan.

Ah, gurih nian hidupmu Gam…

Kalau mengingat Gam, saya selalu mengingat kisah-kisah lucu antara dia dan dulur-dulurnya di Mahadipa. Antara otot-ototannya dengan Bencot. Engkel-engkelan dengan Lelet ataupun Gabug dan juga Cempluk. AH, kangen kalian semua.

“Cot, coba tengoklah airnya tu sudah mendidih Lay”, ujar Gam berteriak

“Tengok-tengok, apene ngomong ndelok ae tengok!”, Bencot menimpali dengan tak kalah seru membentak.

“Sudah dikacau kopinya ini Cot?”, tanya Gam suatu ketika.

“Opone seh sing dikacau? Huh!”, Bencot menimpali dengan tak kalah heboh.

Argghhh, pertengkaran mereka berdua selalu kurindukan. Haha. Bencot dan Gam ketika bertemu selalu bertengkar. Kadang mereka mempertengkarkan hal-hal yang remeh. Tapi disitulah sisi romantisme yang tak akan pernah mereka lupakan seumur hidupnya. Hehe. Kalau jauh, mereka pun akan saling merindukan. Dan tentu saja, gengsi untuk mengakuinya. Hehe.

Dan malam ini kami (Mas Vj Lie, Mas Mbudi Hartono, Bagus Adi Susanto, dan Gam) menikmati kopi aceh dan cemilan yang keren dari Gam. Dengan segudang cerita dan kenangannya. Tiba-tiba, kami pun teringat dengan sebagian dari kami yang sekarang di Jakarta. Mereka sudah ngopi belum ya? Tapi tenang saja, kopinya akan kusimpan buat Mas RZ Hakim dan Dieqy Hasbi Widhana. Tapi, sayang sekali M Afwan Fathul Barry tidak bisa menikmatinya. Karena sepertinya dia akan menetap lama di Jakarta.

Ini, kukirimkan aroma kopi aceh yang kubuat dari Jember untuk kalian semua yg disana. Spesial juga buat mas Fawaz Al Batawy yang ada di Bangko, mas Ananda Firman Jauhari yang juga di Bangko, dan mas Okta Lunk juga.

*) GAM, disini bukan Gerakan Aceh Merdeka, tapi nama adik saya ๐Ÿ™‚

—**—

*Catatan Gak Penting*
Tiba-tiba nulis status sepanjang ini. Gak terasa. Modus apa cobak? Kangen sama siapa cobak? Haha. Abaikan poin cacatan yang gak penting ini. Diskip aja pemirsa

Nan, Aku Pulang Ke Kotamu…

4 Komentar

Pulang ke kotamu,  ada setangkup haru dalam rindu…

SORE ini kereta telah membawaku sampai di kotamu. Ya, dan sekarang aku telah benar-benar ada di kotamu. Menghirup udara yang sama denganmu. Menatap langit yang sama denganmu. Dan juga suasana yang sama denganmu. Semuanya indah, unik dan bagiku tak kan terlupakan. Entah bagimu. Semoga saja kita merasakan hal yang sama. Senja ini sungguh indah dan menyenangkan. Baru kali ini aku singgah di kotamu. Entah kenapa, tiba-tiba aku merasa sangat lekat dengan kota ini. Kota dimana kau menghirup nafas dan merajut rindu demi rindu. Dadaku penuh. Aku pulang ke kotamu.

Kota ini mengingatkanku pada tulisan-tulisanmu. Ya, kota ini adalah tulisanmu. Yang selalu kubaca dan kurindukan. Seperti hela napas yang kadang terasa sesak saat kau tuliskan duka. Ah, ternyata kau begitu hidup. Aku seperti menyusuri kenangan-kenanganmu. Aku seperti memahami rindu dan cintamu. Meskipun aku tak pernah bertemu denganmu. Siapa dirimu, hingga aku terlalu larut masuk dalam peradaanmu. Mungkin inilah cara Tuhan, dan kita sepertinya memang harus melakoni apa yg sudah ditakdirkan-Nya.

“Bagaimana dengan mimpi-mimpimu? Bagaimana dengan rindu-rindu yg tak kunjung redam? Yang kadang tak pernah kau temukan muaranya?”

“Mimpiku masih tetap ada. Bukankah itu yang membuatku masih tetap hidup? Rinduku pun masih sama. Terkadang, aku tak mampu menemukan muaranya. Namun Tuhan menolongku dengan tulus. Hingga akhirnya kubuat muaranya sendiri. Ah, sepertinya kita terlalu sentimentil. Bukankah kenangan tak harus selalu diperbincangkan? Bukankah ia akan terasa lebih istimewa bila hanya untuk dikenang?”

“Ya, untuk sesuatu yg terlampau menyakitkan memang hanya butuh ditengok sekilas saja. Lukanya akan terbuka lagi bila kita terlampau sering membicarakannya. Biarkan saja menguap di bawa angin kota ini. Semoga nanti menjelma sebagai taman-taman yg asri, musisi jalanan, warung-warung angkringan dan senyum-senyum ketulusan yg tak ternilai harganya. Bukankah kau kemari untuk pulang ke kotaku? Kita nikmati saja apa yang ada saat ini”

“Iya Nan, saat ini aku memang sedang pulang ke kotamu. Okelah, mari kita nikmati saja segelas kopi ini bersama. Kau tahu kan, kopi disini porsinya trlalu besar untuk kunikmati sendiri. Ah, wangi suasana kota ini semoga tak tergantikan oleh apapun. Kau tahu kan, bukankah negara kita suka sekali menjual ‘sesuatu’ ke investor asing? Kuharap tidak terjadi di kota ini”

Kau tersenyum hangat mendengarkan omelanku. Sama hangatnya seperti senja di kota ini. Sama eratnya dengan rindu yg dihembuskan angin kota ini. Sama manjanya dengan lambaian merapi ke arahku. Dan sama kuatnya dengan kenangan-kenanganmu di kota ini. Maka ijinkanlah aku untuk pulang lagi ke kotamu. Nan, tunggu aku di bulan April. Tunggu aku di kotamu. Yogyakarta…

Catatan :
Ini hanya sebuah tulisan fiksi yg diilhami dari sebuah pertemuan dengan seorang sahabat di sebuah kota yg hangat. Yogyakarta

Tulisan ini saya persembahkan untuk meramaikan Projek Tentang Kita-nya Mbak Carolina Ratri. Maaf, baru sekarang nulisnya Mbak, hehe. Terjadi sesuatu dg netbookku shg tidak bisa memenuhi janji. Maaf ya Mbak ๐Ÿ™‚

Older Entries