6-Ini foto tahun 2008, di depan Rumah Jingga. Saya yang mana hayo?? :)-

Jika harus mengingat satu tempat yang penuh kenangan, ingatanku langsung terlontar pada sebuah ruangan dengan ukuran kurang lebih 7×4 meter persegi. Kaca jendela, pintu dan barang di dalamnya dipenuhi dengan aneka macam stiker. Warna dan tulisannya beragam. Secara umum, stiker-stiker tersebut menandakan waktu dan tempat sebuah acara. Cat temboknya berubah-ubah. Kadangkala berwarna hijau, putih, krem, jingga dan lain sebagainya. Rasanya semua warna sudah pernah dicoba, selain hitam tentu saja. Tapi bagiku, rumah ini tetap berwarna jingga. Aku menyebutnya, rumah jingga para pencinta. Dia adalah sekretariat pencinta alam SWAPENKA (Mahasiswa Pencinta ALam) Fakultas Sastra Unej.

7-Nggak nemu gambaran ruangan yang detail, nemunya yang ini. Tuh, lihat cat temboknya, macem-macem kan? Hihihi-

Ya, semuanya yang ada di dalamnya adalah mereka yang sedang belajar untuk mencintai alam. Bukan pencinta alam, tapi tentu saja senantiasa untuk belajar mencintainya. Pencinta alam, bagi saya kata itu terlalu tinggi dan utopis. *Jangan dikeplak carier cagak ya Bulik Juri :P* Bukan mustahil, namun selalu diusahakan menuju ke arah sana. Di rumah jingga inilah kami bermain dan belajar bersama-sama. Bukan melulu pada ilmu-ilmu kepencintaalaman. Tapi, disinilah saya belajar tentang bagaimana cara menikmati hidup dengan sudut pandang yang berbeda. Disini pula kami belajar bahwa hidup yang seimbang adalah hidup yang humanis. Setara dengan alam dan sekitarnya.

Kalau pagi datang, di depan sekretariat yang rimbun terdengar cericit burung ramai membuyarkan mimpi. Belum lagi ocehan tetangga penghuni sekretariat sebelah yang sudah mulai semarak. Itu tandanya, jam kuliah sudah dimulai. Ada banyak kisah yang tercecer, bahkan di permukaaan loker yang berkarat dan penuh stiker. Ada kenangan yang menempel di deretan piala usang yang itu-itu saja. Terakhir nambah 2012 kemarin, waktu Rotan dan Sodhunk menang lomba nulis. Belum lagi ubin-ubin usang yang selalu menopang pijakan tubuh saya sewaktu tidur, duduk maupun berlari-lari kecil gak jelas. Hehe. Ada yang melekat pada payung merah dengan kursi beton yang melingkar di bawahnya. Tempat bagi semua yang ingin berbagi rasa. Curhat, nglamun atau sekedar ngopi-ngopi hore.Semuanya selalu indah untuk dikenang.

depan-Ini gambaran pepohinan rimbun di depan sekretariat. Foto diambil sewaktu pemberangkatan Diklatsar tahun 2013-

Pepohonan dan tamannya tertata sesuai mood para penghuninya. Kadang bagusss banget, tapi tak jarang juga berantakan. Begitu pula dengan halamannya. Kadang kotor bangeeet, kadang malah bersih banget. Kami memang menyerahkan semuanya pada alam. Biar saja daun-daun yang mengering itu luruh dan menyatu dengan alam menjadi pupuk.

Saat kawan-kawan pencinta alam fakultas lain sibuk dengan acara-acara ekstrim semacam naik gunung, panjat tebing, caving, orad dan semacamnya – kami masih tetap seperti apa yang dimulai oleh para pendahulu. Seperti namanya, Mahasiswa Pencinta Kelestarian Alam. Mempelajari konservasi dari sudut pandang keilmuan yang kami terima di Fakultas Sastra. Menulis. Ya, para pendahulu kami percaya bahwa dengan menulis kita pun bisa melakukan upaya pelstarian alam. Jadi jangan heran, tidak ada wall climbing yang tingginya menyentuh langit di sekitar rumah jingga kami. Bukan berarti kami menutup mata dengan bidang keilmuan yang lain. Karena kenyataannya semua ilmu kepencintaalaman itu pada akhirnya bermuara pada konservasi. Semuanya dipelajari untuk mendukung upaya pelestarian lingkungan.

5-Lawan!!! Foto tahun 2008-

Rumah jingga bagi saya adalah tempat bermain, belajar dan melawan. Bermain menikmati hidup. Belajar mengerti hidup yang setara dengan alam. Belajar berbagi dengan semua mahluk ciptaan Tuhan. Belajar ilmu-ilmu kepencintaalaman ala barat. Dijejali ilmu konservasi ala kepentingan kapitalisme. Kemudian melawannya dengan mempelajari aneka macam kearifan lokal yang sesugguhnya lebih adil bagi nusantara ini. Disinilah kami mengenyam semuanya. Di sebuah tempat yang tak kan pernah terlupakan, rumah jingga. Meskipun mengalami perbaikan diberbagai sisi, sampai menghilangkan kolam ulang tahun kami –rumah jingga– masihlah menjadi tempat untuk mengenang semuanya. Tempat pulang yang paling nyaman. Lekat dan erat.

1-Salam dari kami, dari rumah jingga. Rumah bagi para pencinta :)-

Ada benci, suka, duka, cinta, luka. Semuanya pernah tumpah ruah mewarnai rumah jingga dengan kadar yang tak bisa di-angka-kan.Jangan ditanya ada berapa banyak kenangan yang menempel di setiap ruangannya. Sampai detik saya menuliskan kisah ini, semuanya mengalir deras dan membuat kotak memori meletup-letup. Kenangan. Semanis dan sepahit apapun rasanya, selalu menarik untuk diceritakan.

β€œA Place to Remember Giveaway”

???????????????????????????????