Musik yang asyik bagiku adalah musik yang menguatkan, menenangkan dan menyimpan banyak kenangan. Ada banyak media penyimpan kenangan dalam kehidupanku. Mulai dari aroma, tulisan, foto, warna, angin dan musik. Ya, aku memilihnya sebagai salah satu media penyimpan kesan dan kenangan. Entahlah, ketika mendengarkan musik tertentu, selalu saja ada kenangan yang menyeruak. Sepahit apapun kenangan itu, rasanya selalu indah untuk dikenang. Aku tak bisa lepas dari musik, karena aku butuh kekuatan, ketenangan dan mencintai kenangan. Setiap kali mendengarkan alunan musik dalam sebuah lagu-lagu khusus (lagu yang menyimpan kenangan dalam kehidupanku), seolah ada rasa yang mengalir deras dalam tubuhku. Aku tak tau sejak kapan, namun semuanya itu begitu mengasyikkan dan penuh warna.
Bob, Iwan Fals dan Setumpuk Album Penyimpan Kenangan
Bob adalah sebutan untuk bapakku. Aku tak tahu sejak kapan memanggilnya begitu. Anak-anak kecil lainnya memanggil ayah mereka dengan sebutan bapak, papa, papi, pak’e, ayah. Tapi tidak denganku. Aku memanggilnya Bob. Lelaki penting dalam kehidupanku. Rambutnya gondrong, penulis, pencinta kopi pahit, gila bola, mencintai Ibuku, mencintai aku, mencintai adik-adikku dan mencintai lagu-lagu Iwan Fals. Ada laci khusus tempat Bob menyimpan kaset pita lagu-lagu Iwan Fals. Mulai dari album pertama sampai album terbaru semuanya ada di sana. Hanya album-album Iwan Fals yang ada di laci tersebut. Kaset pita penyanyi lain ditempatkan di tempat lain, bahkan biasanya dibirkan tergeletak begitu saja di meja atau rak buku kecil keluarga kami.
Dari beliaulah aku mengenal musik. Lewat lagu-lagu Iwan Fals yang hampir setiap saat mewarnai rumah kecil kami. Kalau tape tua kami mulai tersendat-sendat karena terlalu banyak memutar kaset pita, suara Bob menggantikannya sambil menyapu, menulis ataupun ketika menidurkanku. Aku tumbuh ditemani album-album Iwan Fals koleksi Bob. Mungkin sejak bayi aku selalu dibiasakan mendengar lagu-lagu Iwan Fals, karena hingga masuk TK tak ada ingatan lain tentang musik kecuali lagu-lagu kesayangan Bob. Beliau bahkan tidak pernah mengajariku menyanyikan lagu anak-anak pada umumnya. Dibiarkannya aku tumbuh menyerap dari apa yang selama ini kudengar. Dan benar, aku tumbuh beranjak besar dengan rasa antusias yang cukup kurang terhadap lagu lain selain lagu Iwan Fals. Meskipun begitu, aku menikmati keadaan tersebut.
Gambar diambil dari Google, karena sebagian besar koleksi album Iwan Fals milik Bob tidak ada di tangan saya 🙂
Bob tidak pernah membatasiku mendengarkan lagu Iwan Fals dengan judul apapun. Banyak lagu-lagu Iwan Fals yang sebenarnya masih belum boleh diperdengarkan untuk anak seusiaku waktu itu. Tapi beliau selalu menemaniku ketika mendengarnya. Dan juga selalu menjawab semua pertanyaanku tentang lagu tersebut. Dari sana pula aku belajar bagaimana menyampaikan pendapat, berargumentasi dan melontarkan kritik yang baik. Ah, Bob selalu menyediakan metode belajar yang ampuh untuk putri kecilnya yang cerewet ini. Meskipun hanya lewat lagu. Ada saja kisah menarik yang diceritakan Bob mengiringi lagu tersebut. Semua itu menyisakan kenangan khusus bagiku sampai sekarang. Ah, sesak rasanya aku menuliskan ini. Ya, ketika menuliskan ini rinduku pada Bob sedang purnama. Ujung Aspal Pondok Gede, Tolong Dengar Tuhan, Tak Biru Lautku, Si Tua Sais Pedati, Rindu Tebal, Jendela Kelas sampaikan rinduku pada Bob ya 🙂
Yang pegang gitar itu Iwan Fals, tapi yang gak pegang itu Bob. Mirip gak? Hehe
Ketika jauh dari Bob, kadangkala kerinduan menyeruak dan tak bisa ditahan. Aku selalu memutar beberapa lagu kesayangan kami dulu. Kadang aku memutarnya tegah malam dan membayangkan masa-masa dimana beliau menemani tidurku semasa kecil dulu. Ketika mendengarkan lagu-lagu tersebut, aku merasa tenang dan kuat. Aku merasa Bob ada di sampingku.
Musik yang Selintas Lewat dan Masih Menyimpan Kenangan
Ketika telah memakai seragam putih biru, dunia musik yang kusukai pun mulai berkembang. Aku mulai menyukai Elemen hanya karena drummernya si Didi Riyadi. Bahkan pada masa itu, rela antre demi melihatnya dari dekat ketika band tersebut mampir di kota kecil kami. Yang paling kuingat ketika memutar lagu Elemen adalah Anggrek, Susi dan Dian. Ya, mereka adalah ketiga sahabatku yang juga sama-sama gila dengan group band ini. Mereka akan selalu terekam manis dalam lagu-lagu Elemen.
Didi Riyadi | Yang Bikin Kesengsem Sama Elemen Karena Ada Ini 🙂 | Gambar Diambil Dari Google
Memasuki masa SMA, kami disibukkan lagi dengan musik asyik yang dikeluarkan oleh Tipe-X. Kisah ini masih diwarnai dengan suka duka kami belajar pogo. Joget jingkrak-jingkrak untuk menikmati musik ska. Tiap minggu kami bergiliran dari rumah Susi sampai dengan rumahku. Ritualnya selalu sama, masuk kamar putar musik kemudian dengan hebohnya kami jingkrak-jingkrak yang saat itu kami anggap pogo. Sayangnya Tresno dan kawan-kawannya batal mampir di kota kecil kami, jadi kami tak bisa memperlihatkan gaya pogo kami mengiringi mereka bernyanyi. Hehe. Ah, sahabat-sahabatku itu, masih ingatkah mereka dengan kepingan kenangan ini? Yang pernah mampir di kehidupan mereka di masa putih abu-abu dulu? Semoga ketika mendengarkan lagu Tipe-X, mereka akan dengan mudah mengingat sepotong kisah indah ini.
Tipe-X | gambar diambil dari Google
Redemption Song : Kuat, Sederhana dan Sarat Makna
Semasa kuliah, aku mengikuti organisasi pencinta alam di kampus. Beberapa dari mereka selalu memutar lagu-lagu reggae. Entahlah, setiap kali ada acara tak pernah lepas dari musik reggae. Dari sana aku mulai mengenal musisi legendari Bob Marley. Dengan lagu-lagunya yang sangat vokal dan kritis terhadap keadaan di masa itu. Beliau dengan tegas menulis lirik-lirik yang cadas. Musik yang khas dengan tabuhan jimbenya membuat lagu-lagunya semakin dalam dan misterius bagiku. Ada satu lagu yang paling sering kudengarkan. Redemption Song. Lagu ini bagiku bukan hanya sekedar lagu biasa. Dia memiliki makna yang dalam. Iramanya sederhana namun sarat makna. Lagu yang ditulis ketika sang legendaris ini sedang berjuang melawan penyakit kanker yang menggerogoti tubuhnya selalu mampu menguatkanku ketika sedang down dan tertekan.
Lirik yang paling kusukai dalam lagu tersebut adalah Emancipate yourselves from mental slavery /None but ourselves can free our mind (memerdekakan diri dari mental budak, tak ada orang lain, hanya kita yang mampu membebaskan pikiran kita). Kekuatan lagu tersebut seperti mencapai klimaksnya ketika sampai pada lirik tersebut. Ada kekuatan spiritual yang begitu kuat dalam lagu tersebut. Saat mendengarkan lagu ini aku merasa harus kuat. Harus kuat untuk menjadi mandiri. Harus kuat.
Ketika mendengarkannya dalam kondisi yang stabil pun lagu ini selalu mampu menambah semangat dan mengobarkan kekuatan khusus dalam diriku. Aku merasa ini bukanlah hal yang berlebihan, karena setiap orang mempunyai sudut pandang dan cara tersendiri untu memotivasi dirinya sendiri. Dan aku memilihnya dengan mendengarkan lagu ini. Aku rasa semua orang pasti mempunyai sisi-sisi khusus dalam kehidupannya untuk merenung meskipun hanya dengan mendengarkan sebuah lagu sekali pun.
Lelaki Gondrong yang Menyembunyikan Sampul Kasetku
Semasa kuliah, aku terpisah jauh dari orang tua dan sahabat-sahabat. Aku di terima di sebuah PTN di Kota Jember. Untuk meredam rindu yang seringkali tercipta atas nama jarak, aku membawa semua media penyimpan kenangan pada kehidupan baruku di Jember. Berharap itu menjadi obat yang ampuh untuk menetralisir rindu sebelum menuntaskannya ketika mudik hari raya tiba. Sampai suatu ketika aku mengenal seorang lelaki berambut gondrong dan berwajah manis. Pandangan pertama jatuh pada saat dia membuat api unggun di depan sekretariat pencinta alam yang kuikuti di kampus. Pandangan keduanya jatuh ketika dia genjreng-genjreng gitar bolong menyanyikan lagu yang manis. Pandangan selanjutnya pun bertubi-tubi jatuh dengan cara yang tak biasa dan aneh. Waktu itu saya berpikir, mungkin ini yang namanya jatuh cinta. Selidik punya selidik, ternyata lelaki gondrong itu suka membuat lagu sendiri. Hal tersebut menimbulkan kesan khusus dalam hatiku. Musik. Sepertinya musik selalu menjadi faktor utama dalam kehidupanku. Kenangan-kenanganku selalu tertaut pada musik.
Suatu ketika, tiba-tiba aku mendapati kenyataan pahit. Sampul kaset Tipe-X hilang. Wah, berarti ada kepingan kenangan bersama sahabat-sahabatku yang hilang juga. Karena di sampul kaset itu ada tanda tangan mereka. Dengan sekuat tenaga dan ingatan aku mencarinya. Takut tercecer entah dimana. Sudah mencari kemanapun tapi tak pernah kutemukan. Ya, akhirnya akupun mengikhlaskannya. Toh aku masih bisa mengingat sahabat-sahabatku dengan mendengarkan lagu Tipe-X. Dan setelah kasus itu tertutup lama akhirnya ada yang mengaku bahwa dialah yang mengambil sampul kasetku. Siapa pelakunya? Dia adalah mas-mas gondrong yang sering menciptakan lagu manis itu. Wow, rupanya pada waktu itu dia sedang mencari tahu tentangku.
Singkat cerita kami bersama hingga akhirnya memutuskan untuk menikah tanggal 15 pada bulan sebelas tahun 2011 lalu, dengan mahar sebuah mini album yang berisi tiga buah lagu dan seperangkat alat sholat. Ya, kisah cinta kami terikat oleh musik. Semuanya tersimpan manis dalam lagu-lagu yang diciptakannya khusus untukku. Semoga perjalanan rumah tangga kami akan senantiasa menenangkan dan menguatkan. Dalam lagu-lagu tersebut, kami menyimpan mimpi sederhana yang teramat manis. Tentang lagu-lagu yang akan kami ciptakan untuk anak-anak kami kelak dan tentu saja akan kami nyanyikan sendiri untuk menemani mereka tumbuh dewasa. Amin…
Lirik lagu yang tepat apabila dipadukan dengan musik yang tepat pula pasti akan menghasilkan padanan yang apik dan kuat. Keduanya adalah kesatuan utuh yang tak bisa dipisahkan. Musik memang kuat dan menenangkan. Cara kerjanya sangat sederhana namun sangat ampuh untuk mengobati rindu. Iramanya terkadang bisa membuat kita melompat dari satu masa ke masa yang lain. Dan satu lagi, dalam musik kita bisa menyimpan banyak kenangan. Bukankah bumi ini adalah sebuah kotak kenangan yang besar? Yang menampung semua kenangan manusia didalamnya. Dan di dalam kotak kenangan yang besar itu, musik menempati ruangannya tersendiri. Membingkai kenangan-kenangan khusus dengan cara yang teramat manis. Membuat kita tenang dan kuat ketika membuka kotak kenangan itu. Aku mencintai musik, seperti halnya aku mencintai kenangan. Dan musik yang asyik itu adalah yang menguatkan, menenangkan dan menyimpan banyak kenangan. Seperti halnya ketika aku mendengarkan lagu Iwan Fals, Elemen, Tipe-X, Redemption Song-nya Bob Marley dan lagu-lagi ciptaan suami. Selamat menikmati musik dan mencintai kenangan yang ada di dalamnya 🙂
Jun 27, 2013 @ 07:26:39
menariiiik…..musik menyatukan cinta
Jun 27, 2013 @ 14:49:48
Iwan Fals, musisi tangguh yang peka politik dan sosial, tidak tergoda selera pasar, itu juga musik asyik menurut saya, salut !
sukses ya 🙂
Jun 28, 2013 @ 15:30:57
Kalo Bang Iwan, ahaaaa…. aku suka banget sampe sekarang.
Jun 29, 2013 @ 17:17:20
Jun 29, 2013 @ 22:14:38
dari kecil udah nge-Iwan Fals banget nih sist.
lam kenal dari kami sist.
Jul 03, 2013 @ 13:08:09
Met Siang. Mbak mungil nan cantik. Trimakasih sudah mengikuti lomba menulis blog “Musik Yang Asyik” :), sukses yaaaa.