Sebagai manusia yang katanya adalah mahluk sosial, kita terlalu sering mendengarkan apa yang orang lain katakan. Bahkan secara sadar ataupun tidak, kita sering mengabaikan apa yang ada dalam diri kita. Telinga kita tertutup untuk mendengarkan apa yang diri dan hati kita inginkan. Kita terlalu memaksakan untuk mengikuti arus yang diciptakan oleh orang orang di sekitar kita. Mencoba mengikuti alur dan pikiran mereka, bahkan terlalu jauh meninggalkan diri kita sendiri. Dan yang terjadi adalah : lelah karena kita tak menjadi diri sendiri. Capek karena terlalu sering bersandiwara menjalankan peran seperti yang diinginkan orang orang di sekitar kita.
Faktanya, kita bukanlah satu satunya pribadi yang memiliki hak penuh atas diri kita sendiri. Ada banyak pribadi yang juga berhak atas diri kita. Orang tua, suami, sahabat, keluarga, pimpinan, rekan kerja, dan juga DIA – Sang Pemilik Semesta. Kita membawa semua itu dalam pundak kita, sehingga membuat jalan kita terasa berat dan kaku. Karena terlalu kaku, kita melupakan bahwa kita harus menjalaninya dengan menjadi diri sendiri.
Hubungan dengan DIA – Sang Maha Pencipta merupakan komunikasi dua arah yang berlangsung secara horizontal. Hanya kita dan DIA yang berhak tahu apa isinya. Tak ada seorangpun yang berhak mencampurinya. Pertanggung jawabannya pun atas nama kita pribadi. Bagi saya, ini adalah beban yang paling berat namun bisa dinikmati dengan indah dalam setiap jengkal proses kita memperindah dunia. Ikhlas dan syukur adalah kunci dalam hubungan ini. Setelah itu, proses ibadah yang lain akan secara otomatis mengikuti. Dalam tahap ini saya masih terus belajar dan belajar.
Terkadang tekanan yang paling berat kita dapatkan dari orang orang di sekitar kita. Masalah taraf pendidikan, taraf hidup, pekerjaan, gaya hidup dan banyak hal lagi yang membuat kita tertekan. Semuanya bergulir di sekitar kita. Semua orang di sekitar kita seolah menuntut untuk menjadi seperti mereka. Menjadi seperti yang mereka inginkan. Menjadi seperti arus dan gaya hidup yang sedang digandrungi. Menjadi orang yang berbasa basi sebagai tameng untuk bersosialisasi. Ini yang membuat kita diteror habis habisan. Menjadikan hidup adalah sebuah ketakutan besar.
Kita lupa bahwa teror yang paling besar sebenarnya adalah ada di dalam diri kita sendiri. Ketika tak sesuai dengan apa yang hati dan diri kita inginkan, semua rasa itu berontak. Kita tak pernah menyadarinya, karena tak pernah membuka telinga untuk hati nurani kita. Terlalu sering mendengarkan kicauan burung yang lebih banyak mudharat-nya (berbeda dengan nasehat dan masukan lho ya!), membuat kita lupa bahwa kita adalah pribadi yang kuat. Kita adalah pribadi yang luar biasa bagi diri kita sendiri, suami, dan keluarga kecil kita. Kita tak pernah mendengarkan semua yang dibisikan oleh hati nurani.
Ketika Lelah, Buka Telinga Untuk Hati Nurani
Lelah dalam menjalani alur kehidupan ini? Itu adalah hal wajar yang sering dialami banyak orang. Saya yakin semua orang pernah mengalaminya. Tapi percayalah, bahwa rasa itu adalah sebuah petanda bagi kita untuk berhenti memainkan peran yang selama ini kita mainkan. Rasa itu mengajarkan pada kita untuk kembali menjadi diri sendiri. Lupakan orang orang yang sering memojokkan kita dengan hal hal yang akan menguras energi hati dan diri. Coba buka telinga, dengarkan hati nurani kita.
Adakalanya kita memang harus mendengarkan semua yang orang katakan. Namun ketika perasaan diri dan hati lelah mengikuti semua alur yang dibuat, lepaskan semuanya dalam sekali hembusan nafas yang diakhiri senyuman. Sudah sa’atnya istirahat dari semua gegam gempita teror yang ada. Lupakan semuanya untuk sejenak. Beri kesempatan bagi diri untuk memuji dan mensyukuri apa yang telah kita terima dari-Nya. Buka kesempatan bagi diri untuk bernyanyi dan mendengarkan nyanyian suara hati.
Hidup memang tak selalu mulus dan indah, namun bisa kita nikmati dengan indah dalam keadaan apapun. Tersenyum kepada-Nya, kepada alam sekitar, kepada semua mahluk ciptaan-Nya, dan juga tersenyum pada diri kita sendiri. Hal kecil dan paling mudah dilakukan namun memberikan efek yang begitu luar biasa bagi kehidupan kita.
“Tulisan ini sebagai Inspirasi untuk Catatan Hati 10 Maret 2012 – @yankmira #1 Giveaway”
Mar 31, 2012 @ 22:38:28
naah ketauan deh postingan ini di wall FB nya, walaupun belom mendaftar, hihihih… inspirasinya keren 🙂 dan sudah kucatat di list ku yaa cantik 🙂
Mar 31, 2012 @ 22:40:17
sepakat.. sepakat.. terkadang kita memang terlupa dengan kata nurani, dan lupa dengan siapa diri kita yang sebenarnya.. terlalu mendengarkan apa yang orang lain katakan dan parahnya jika terlalu sering bisa jadi orang itu sendiri lupa yang mana diri dia yang sebenernya.. *ini parahnya..
Apr 01, 2012 @ 11:41:42
mendengarkan diri sendiri itu juga penting ya
Apr 01, 2012 @ 11:42:50
pemerintah sekarang harusnya baca postingan ini biar ga seenaknya naikin harga bahan bakar bersubsidi…
Apr 02, 2012 @ 09:56:37
rasanya saya memetik banyak hal dari tulisan ini
dan beberapa kali pula hati saya berdesir
makasih banyak ya, Mbak….
Apr 02, 2012 @ 10:06:53
Semoga kita selalu diberikan kesempatan dan kekuatan untuk bisa bernyanyi dan mendengarkan nyanyian suara hati…
Apr 02, 2012 @ 14:45:26
Sip.. 🙂 juara banget nih say inspirasinya..
memang kadang kita malah sengaja menutup telinga untuk kata hati, dan malah mempersilahkan bisikan-bisikan luar mempengaruhi keputusan dan tindakan kita..
semoga kita lebih menghargai hati nurani dan tetap menjadi pendengar yang baik untuk kata hati,, 🙂
Apr 07, 2012 @ 08:56:23
dengan memahami diri sendiri maka mudah pula memahami orang lain ya Kak…
Apr 07, 2012 @ 12:20:57
Banyak hal yg bisa ambil dari tulisan yg satu ini. Thanks for the inspirations!
Apr 12, 2012 @ 19:56:54
advice full…
thanks ya,,,
Apr 16, 2012 @ 11:57:54
Inspiratif lho…
Memang hidup tak mudah dijalankan ya, tapi selama bisa dilihat sisi positifnya, tentu bisa lebih plong menjalaninya….. 🙂
Apr 22, 2012 @ 19:22:44
Yang berat mungkin adalah karena terlalu banyak orang yg tak bisa kita abaikan dlm kehidupan ini, walau pada akhirnya akan muncul pertanyaan “kenapa org lain selalu punya konsep ideal tentaang bagaimana kita seharusnya?”