—–

—–

Beberapa foto di atas diambil pada tanggal 13 Agustus 2009. Waktu itu saya sedang membaca puisi di peringatan 7 hari meninggalnya WS Rendra. Lokasi pembacaannya serentak 7 titik di Fakultas Sastra Universitas Jember. Berikut saya sertakan juga puisi yang saya bacakan. Puisi tersebut diciptakan oleh kekasih saya *ttsssahhhh* (sekarang sudah jadi mantan pacar alias suami,hehe).

Burung Kata Kata

Apalagi yang bisa aku puisikan untukmu wahai burung kata kata
Bukan hanya masalah ketertindasan
Bahkan rasa lapar yang sebegitu melilit perutku inipun telah engkau kicaukan
Apakah aku harus bicara tentang luka?
Ah..Tidak mungkin
Kau tumbuh jantan bersama luka luka
Sedang aku hanya rakyat biasa yang mencintai bunga bunga liar
Bunga bunga yang tertancap ditanah
Seperti tertancapnya anak panah pada seekor rusa

Wahai burung kata kata
Sungguh aku ingin mengerti
Bagaimana merubah kata menjadi bunga
Apakah aku harus mengecup kesalahan biar aku mengerti akan kebenaran..
Atau haruskah aku merobek langit biar aku tahu ada apa dibalik langit
Apakah memang harus seperti itu?

Wahai burung kata kata
Bagaimana caranya biar aku bisa hidup dan bersikap merdeka?
Apakah aku harus merasakan pahitnya terjajah..
Kalau hanya seperti itu.. Bisa jadi aku bisa
Karena semakin hari aku semakin terjajah
Aku menikmati alam di sekitarku dan akupun terjajah
Lihat saja disana
Pohon lamtoro takluk oleh mahoni
Air kemasan setiap saat sibuk menjajah air kendi
Desa desa terpencil dirongrong habis habisan oleh sampah plastik
Sungguh, sebuah penjajahan yang manis
Sesederhana beras yang menggeser posisi sagu, kentang ataupun jagung

Wahai burung kata kata
Sebenarnyalah aku ingin mempuisikan semua itu
Tapi..
Bagaimana caranya?
Apakah hanya dengan berkata kata
Ah.. Tidak mungkin
Karena kau tidak begitu

Burung kata kata
Burung kata kata
Burung kata kata
Apa sebenarnya puisi itu?

Sumber jeruk, 07 Agustus 2009
Sampai dengan 18.30 WIB
Sehari setelah kepergian burung kata kata, WS. Rendra.

—–

Behind The Scene…

Karena temanya sedang dalam keadaan berkabung, jadi memang make up-nya dibuat agak horor dan sendu gitu. Ini kalau dilihat pas tengah malem sumpah serem banget. Foto ini diambil pas setelah di make up. Meskipun saya lagi ketawa, tapi masih kelihatan serem. Suami sempat kaget pas lihat saya posting foto foto horor ini,hehehe…

Nah, ini foto setelah usai pembacaan puisi selesai. Sengaja gak saya edit warnanya (seperti warna kesukaan saya yang agak agak coklat gimanaaa gituuu), biar kelihatan kumus kumus :). Saya dan kawan kawan makan di warung lesehan depan kampus masih dengan riasan wajah yang horor sendu ini. Kebayang dong para pembeli dan penjualnya waktu kita datengin. Mohon ma’af  jika foto foto ini terasa agak tidak nyaman dilihat di tengah malam. Hehehe…

*****

“Zuhanna Prit Apikecil berpartisipasi dalam ‘Saweran Kecebong 3 Warna’ yang didalangi oleh Jeng SoesJeng DewiJeng Nia”. Disponsori oleh : “Jeng Anggie, Desa Boneka, Kios108