Pengalaman pertama kehilangan dompet ini terjadi pada tanggal 2 November 2011. Ya, baru beberapa hari yang lalu. Masih begitu membekas sampai sekarang. Waktu itu saya sedang perjalanan pulang dari jember menuju ke Tuban. Harus ada yang saya selesaikan di kampung halaman. Perjalanan dari jember menuju ke Surabaya berjalan lancar dan membahagiakan, karena do’a dari ‘seseorang’ disana menyertai perjalananku.Hehehe..

Sebenarnya saya sudah beberapa kali menginjakkan kaki di Surabaya, tapi lebih banyak lewatnya. Palingan di cuma transit di Bungurasih atau di stasiun Gubeng.Karena itulah saya jadi gapkot (baca:gagap kota). Sebelumnya, saya sudah janjian dengan seorang sahabat (Tya namanya) di stasiun Gubeng. Nantinya, sahabat saya ini yang akan mengantarkan saya ke stasiun Pasar Turi (karena saya akan naik kereta KRD jurusan Babat). Pas kereta udah berangkat, Tya mengabarkan lewat sms bahwa dia nggak enak badan. Agak shock sih awalnya, tapi akhirnya saya menyuruhnya beristirahat saja.

Setelah menerima sms dari Tya, hati mulai deg degan. Pikiran di otak sudah bermacam macam. Muncul beberapa pertanyaan yang membola salju. Nanti sampai di Surabaya gimana ya? Ke Pasar Turi naik apa ya? Beberapa sms berlirik khawatir kukirimkan pada ‘seseorang’ disana. Berbagai macam solusi yang ‘dia’ kirimkan sangat menenangkan hati. Agak sedikit lega lah setelah itu. Bisa puas naik kereta sambil makan tahu Sumedang.

“Ah, nanti kalau sudah di Surabaya bisa sms teman yang lain aja…”

Kalimat itulah yang muncul di benakku. Dengan santainya saya duduk berleha leha menikmati angin yang masuk lewat jendela kereta. Laju kereta mulai lambat. Ternyata transit dulu di stasiun probolinggo. Sambil menikmati teriakan asongan, pengennya sih mau ngirim sms pada ‘seseorang’.Setelah dicek, nggak bisa nyala. Yups, bisa ditebak? Hapenya ko’it, kehabisan batrey. Untungnya bawa hape cadangan. Setelah memasukkan kartu SIM ke dalamnya, tidak ada kontak phone yang saya kenal. Ah, ternyata saya baru ingat kalau semua nomer saya simpan di memory hape.

Kukabarkan berita duka itu pada seseorang (dari sekian banyak nomer yang ada di hape saya, hanya nomernya yang nyangkut di hati dan memori otak saya). Dengan segala cara dia memotivasi saya untuk tetap tenang. Seiring berjalannya waktu, kereta akhirnya tiba di stasiun Gubeng Surabaya. Begitu menginjakkan kaki di stasiun itu, perasaan langsung nggak karuan. Pingin nangis dan merasa sendirian. Setelah menerapkan ilmu STOP (Stop, Thinking, Observation, Planning), akhirnya saya memutuskan untuk naik Taxi ke stasiun Pasar Turi. Setelah tawar menawar harga pas tancap gas, melajulah kami menuju kesana.

Karena sewanya kena murah, taxi hanya berhenti di depan stasiun. Kata bapaknya, kalau masuk stasiun dikenakan biaya tarif parkir lima ribu. Ya weslah, akhirnya saya menurunkan koper dan barang bawaan lainnya. Saya begitu terburu buru, karena takut kehabisan tiket (soalnya ada peraturan baru, katanya tiket harus dipesen duluan). Waktu itu saya pikir peraturan tersebut berlaku untuk kereta KRD juga. Agak was-was soalnya Tya nggak bisa mesenin tiket buat saya.

Stasiun Pasar Turi sudah di depan mata. Pas mau nyeberang, saya koq ngerasa ada yang janggal ya. Akhirnya tas dan koper saya periksa semua di pinggir jalan. Dan saya mendapati fakta bahwa : dompet saya tidak ada di tempat tersebut. Berulangkali saya bongkar, namun hasilnya tetap sama : nihil. Saya mulai kalut. Apalagi semua uang, kartu2 penting ada di dalamnya. Saya mengirimkan sms pada seseorang yang nomernya paling saya hafal. Memutar otak mencari solusi. Celingak celinguk nggak karuan.

Dalam hati saya berdo’a.. Ya Allah jika dompet itu masih rejeki saya. KAU pasti akan mengembalikannya untukku… Sa’at itu saya berusaha berpikir positif. Kalau memang hilang, berarti itu bukan rejekiku. Tak lama berselang, sebuah nomer asing muncul di layar ponselku. Dengan kode area Surabaya.Pertama kuabaikan, karena aku merasa trauma untuk mengangkat telpon dari orang asing. Setelah dua kali berdering, akhirnya kuangkat juga telpon itu. Siapa tau penting, pikirku.

P :Hallo, dengan Zuhana?
S :Iya saya Zuhana
P :Mbak, apakah merasa kehilangan sesuatu
S :Hah?Iya Pak, saya kehilangan dompet.
P :Oh benar kalau begitu. Ada yang menemukan dompet mbak terjatuh di parkiran Kantor Bank BCA di depan stasiun Pasar Turi.
S :Lho, iya ta Pak? Saya sekarang ada di depan stasiun Pasar Turi. Okelah saya cari tempatnya habis ini saya kesitu.
P :Iya Mbak, kami tunggu.
S :Makasih Pak…

Sambil celingak celinguk saya mencari kantor yang dimaksud. Wah, ternyata tempatnya tak seberapa jauh dari tempat saya berdiri. Sambil menyeret koper dan menenteng barang bawaan saya bergegas menuju kesana.

S :Ma’af Pak, saya Zuhana. Yang kehilangan dompet tadi
P :Sebentar ya Mbak, saya cocokin dulu sama fotonya. (Pak Polisi itu bilang sambil bongkar kartu2 saya)
P :Oh, iya mirip mbak.
S :Lho, memang saya koq Pak. Terima kasih banyak ya Pak.
P :Iya Mbak, tadi dompet ini ditemukan sama tukang parkir sini. Karena ada ATM-nya, langsung kita cek alamat dan nomer telponnya.
S :Oh gitu yah Pak. Makasih.
P : Darimana mau kemana Mbak?
S : Dari jember mau ke Tuban Pak.
P :Lho, koq naik kereta api mbak? Kan di Tuban nggak ada kereta api.
S :Saya turun Babat Pak, soalnya saya kalau naik bus mabok Pak. Maaf ya Pak, saya terburu-buru. Takut ketinggalan kereta.
P :Oh iya, silahkan Mbak.
S :Makasih banyak ya Pak…

Ah, ini adalah pengalaman pertama saya kehilangan dompet dan merasa sangat sendirian. Adakalanya kita butuh yakin pada diri kita sendiri. Butuh memberanikan diri untuk mengambil sebuah keputusan. Dan jangan lupa, DIA tidak tidur. Ketika kita merasa sendirian, sebenarnyaΒ  kita tidak benar-benar sendirian…

Photobucket

Artikel ini disertakan dalam
My First Giveaway : Pengalaman Pertama