Pelatihan Peliputan jurnalistik Tentang Konservasi Alam dan Satwa Liar

Pelatihan Peliputan jurnalistik Tentang Konservasi Alam dan Satwa Liar

Tanggal 12 – 13 Maret kemaren saya dan sebagian kawan-kawan jurnalis jawa timur mengikuti pelatihan peliputan jurnalistik tentang konservasi alam dan satwa liar. Acara yang diadakan oleh SIEJ (Sosiety of indonesian Environmental journalists) bekerja sama dengan Pro Fauna Malang dan bertempat di Petungsewu Wildlife Education Center – Malang.

Mengingat lokasi acara adalah di kawasan konservasi, peraturan yang diterapkan pun sangat ketat. Di bagian pintu masuk ada plang bertuliskan “Kawasan Bebas sampah plastik”. Dan memang benar, di sana kita tidak boleh membawa makanan yang bisa menghasilkan sampah plastik. Segalanya tertata bersih dan teratur. Di berbagai tempat terdapat tempat sampah yang dibedakan untuk sampah organik dan anorganik.

Udara di sekitar kawasan juga sangat bersih, mengingat disekitarnya tersebar berbagai macam pohon yang merupakan sumber udara. Karena itu ada peraturan ketat juga mengenai merokok. Banyak beberapa kawan jurnalis cowok yang memang ahli hisap merasa sangat tidak nyaman karena hanya diperbolehkan merokok di ruang makan saja. Selain di sana, jangan harap… hehehe… Udara di sana memang benar-benar sejuk. Tapi kalau malam,brrrr,,dinginnya minta ampun. Mungkin karena letaknya pas di kaki gunung Kawi, menjelang pukul 4 sore kabut sudah beranjak turun menemani kami. Wuihhh,,dingin…

Saking ketatnya, kita tidak boleh membawa air minum kemasan. Di setiap acara selalu disediakan gelas air dan galon untuk mengantisipasi kita agar tidak haus. Untuk makanannya pun lebih banyak sayuran hijau yang mentah dan langsung disantap sebagai lalapan. Ada salah satu kawanku yang tidak suka makan sayur, dan setiap acara makan wajahnya cuma cemberut.

Banyak view yang menarik, tak lupa kita mengabadikannya lewat kamera. Sekali-kali boleh dong jurnalis itu narsis,hehehe.. Maklum, rutinitas kerja yang lumayan sering di lapangan memang memungkinkan kita buat narsis tapi gak pernah bisa. Hahahaha…

Selain terdapat beberapa area untuk out bond dan ketangkasan, uniknya seluruh ruangan mulai dari aula utama sampai penginapan diberi nama-nama hewan. Ada juga tempat satwa-satwa hasil penangkapan dari perdagangan bebas. Diantaranya Lutung. Satwa-satwa tersebut di tempatkan di sebuah kandang, sebelum satwa-satwa itu dirasa sudah cukup siap untuk dilepas di habitatnya. Ada beberapa proses yang harus dilewati. Mulai dari pengecekan darah bahkan ketika sudah dilepas pun harus ada pendampingan selama beberapa bulan di hutan. Waw, ternyata tak semudah yang kita bayangkan.

Berbicara tentang satwa liar,betapa mirisnya ketika kita dipaparkan pada kenyataan yang ada. Masih banyak perdagangan liar terhadap satwa-satwa tersebut. Entah untuk kesenangan pribadi (hewan peliharaan), ataupun untuk kesenangan secara kolektif (seperti halnya sirkus). Ya benar, kita memang merawatnya dan tidak membiarkannya mati kelaparan. Tapi memaksanya untuk hidup di lingkungan kita dan memakan makanan yang sama dengan kita adalah hal yang sangat memprihatinkan. Seperti halnya manusia, mereka juga layak diberi kesempatan untuk menjadi dirinya sendiri.

Ketika kita mencintai sesuatu, kita merasa harus memilikinya. Harus menyamakan kehidupan mereka dengan kita. Memaksa mereka memakan makanan yang sama dengan kita. Memaksa mereka untuk menyenangkan kita. Kita merasa ingin memiliki mereka menjadi bagian dari hidup kita, tapi bukankah itu sebentuk cinta yang terlarang? Kita lupa bahwa cinta tak harus saling memiliki. Bahwa cinta itu adalah sebuah kemerdekaan dan kebahagiaan. Bahwa cinta itu adalah tetap membiarkannya hidup di alam dengan caranya sendiri…

Nantikan kelanjutan dari kisah Episode Perjalanan ini… Ohya, di lain kesempatan saya akan posting beberapa foto menarik  tentang ini. Mari kita tempatkan cinta kita sesuai dengan kadar dan posisinya, terima kasih…