Suatu ketika, disa’at hujan memamah kesendirian mata itu hadir lagi untuk menghidupkan suasana beku dan sunyi. Kehangatan menyeruak ketika kuhirup dan kuteguk secangkir kopi, sambil tetap memandang mata dengan alis tebal yg melengkung sempurna. jemari itu masih dengan lentiknya menari di sela-sela senar gitar.

Sore tadi, kau bunuh keresahanku sambil berkata, “Diam, jangan bergerak dari tempat dudukmu. Coba tersenyum! Ayo tersenyum!”. Lalu kujawab, “Kenapa sih? Kamu masih senyum-senyum memandangku, “Sudahlah, senyum saja. Tapi tetap diam di tempatmu”. Kuturuti permintaanmu. Tetap diam di tempat dudukku.

Tiba-tiba, muncul senyum manis di bibirmu. “Ada sinar matahari di sela-sela tubuh dan rambutmu. Ada senja di sela-sela rambutmu”, ujarmu lembut tapi cukup jelas terdengar di telingaku. Aku merasa ada yg menghangat di kedua pipiku. Tanpa kuambil cermin, aku tau ada rona merah di pipiku. Dia berkata seperti itu. Ya, dia adalah pangeran matahariku.

Waktu terus berjalan, semakin menambah resahku. Ya, aku menuliskan ini tepat 2 jam sebelum aku akan pergi ke Petung Sewu Malang. Dan tentu saja meninggalkannya sejenak. Belum berangkat rindu sudah membuncah. Ditambah mual serta pusing, karena nanti akan naik bus. Selama pengalamanku naik bus, aku selalu mabok. Mual, pusing, rindu, resah bercampur menjadi sebuah rasa yang eksotik.

“Duduk di sampingku, aku mau bercerita”, katanya sambil meraih gitar. Aku menggeser dudukku di sampingmu. Kau tau, hanya nyanyianmu yang mampu menghilangkan kusut masaih wajahku yg resah. Disela-sela lantunan nyanyianmu kau berkata, “Bagaimanapun juga ini harus dihadapi. Mau lari kemana? Kamu tetap harus ke Petung Sewu. jangan terlalu dipikirkan. Pusing, mual, dan semuanya itu berasal dari kekuatan pikiran. jika nanti merasa pusing dan memang harus muntah, ingat ya aku pernah menyanyikan lagu ini untukmu”.

Ah,,ada hawa sejuk di sekelilingku. Dan aku yakin ini bukan lagi tentang rasa yang eksotik. Tapi tentang kebahagiaan. Setelah itu, kita menghabiskan semangkuk ikan kuah kuning yang kumasak tadi. Ya, hanya berdua. Hmm, hangat dan gurih rasanya. Seperti kita…

Sa’at ini yang aku tahu, kamu butuh untuk melihatku bahagia. Dan akupun juga seperti itu. Aku butuh melihatmu bahagia. Sayang, tahukah kau? Senja itu bukan hanya ada di sela-sela rambutku. Ya, senjamu itu sudah merasuk dalam hati dan hidupku…

PS : Sayang, Pangeran Matahariku. Hari ini tanggal 12 Maret lho… I Love You… Happy Weekend…

*Cerita ini bukan cerita fiksi, apabila ada kesamaan tokoh dan cerita, yakinlah bahwa ini yang sebenarnya*